Kesehatan masyarakat Indonesia, meski mengalami kemajuan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, masih dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks yang menghambat pencapaian tujuan kesehatan universal. Berbagai faktor, baik struktural maupun individual, saling berkelindan menciptakan hambatan yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Artikel ini akan membahas secara detail beberapa kendala utama yang dihadapi sistem kesehatan Indonesia, didukung oleh data dan informasi dari berbagai sumber terpercaya.
1. Keterbatasan Akses Layanan Kesehatan yang Berkualitas
Salah satu kendala utama adalah akses yang tidak merata terhadap layanan kesehatan berkualitas. Perbedaan akses ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, geografis. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang luas dan beragam kondisi geografis, menyebabkan kesulitan dalam mendistribusikan sumber daya kesehatan secara merata, terutama di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan (3T). Banyak daerah 3T kekurangan tenaga kesehatan profesional, fasilitas kesehatan yang memadai, dan infrastruktur pendukung seperti jalan dan transportasi yang layak. Hal ini menyebabkan masyarakat di daerah tersebut memiliki akses yang sangat terbatas terhadap layanan kesehatan preventif maupun kuratif.
Kedua, faktor ekonomi. Biaya layanan kesehatan yang tinggi menjadi hambatan besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Meskipun terdapat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), masih banyak masyarakat yang belum terdaftar atau mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan karena berbagai alasan, termasuk proses administrasi yang rumit, keterbatasan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dan kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam program JKN. Keadaan ini menyebabkan banyak masyarakat memilih untuk menunda atau menghindari pengobatan, yang berujung pada penyakit kronis dan kematian yang dapat dicegah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan masih cukup tinggi, yang berdampak langsung pada akses dan kualitas kesehatan masyarakat.
Ketiga, kualitas layanan kesehatan. Meskipun jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan terus bertambah, kualitas pelayanan masih perlu ditingkatkan. Permasalahan ini meliputi kurangnya kompetensi tenaga kesehatan di beberapa daerah, kurangnya alat dan teknologi medis yang memadai, serta kurangnya pengawasan dan akuntabilitas dalam sistem pelayanan kesehatan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan dapat menyebabkan mereka enggan memanfaatkan layanan kesehatan yang tersedia.
2. Rendahnya Tingkat Kesehatan dan Gizi Masyarakat
Tingkat kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia masih jauh dari ideal. Masalah gizi buruk, khususnya pada anak balita, masih menjadi permasalahan yang serius. Data menunjukkan angka stunting (kekerdilan) di Indonesia masih cukup tinggi, yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif anak. Faktor penyebab stunting antara lain kekurangan akses terhadap makanan bergizi, pengetahuan gizi yang rendah, dan praktik pengasuhan anak yang kurang tepat. Selain stunting, masalah gizi lainnya seperti obesitas dan kekurangan vitamin dan mineral juga menjadi perhatian.
Rendahnya tingkat kesehatan juga ditunjukkan oleh tingginya angka kematian ibu dan bayi. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap angka kematian ibu antara lain akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan antenatal, persalinan, dan postnatal, serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Sementara itu, angka kematian bayi masih tinggi disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, penyakit diare, dan pneumonia. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan anak.
3. Tingginya Beban Penyakit Menular dan Tidak Menular
Indonesia masih menghadapi beban penyakit menular yang cukup tinggi, termasuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, malaria, dan tuberkulosis (TBC). Penyebaran penyakit menular ini seringkali dipengaruhi oleh sanitasi dan higiene lingkungan yang buruk, akses air bersih yang terbatas, dan kepadatan penduduk yang tinggi di beberapa daerah. Program imunisasi nasional memang sudah dilakukan, namun cakupan imunisasi masih perlu ditingkatkan untuk mencapai herd immunity dan mencegah wabah penyakit menular.
Di sisi lain, beban penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, dan diabetes mellitus semakin meningkat. Faktor risiko PTM seperti merokok, konsumsi makanan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan stres, semakin meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Pencegahan dan pengendalian PTM memerlukan pendekatan promotif dan preventif yang komprehensif, termasuk intervensi pada faktor risiko dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan untuk deteksi dini dan pengobatan.
4. Kurangnya Sumber Daya Manusia Kesehatan yang Kompeten dan Merata
Kekurangan tenaga kesehatan profesional, khususnya di daerah 3T, merupakan tantangan besar dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. Distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata menyebabkan beban kerja yang tinggi bagi tenaga kesehatan di daerah perkotaan, sementara daerah terpencil mengalami kekurangan tenaga kesehatan. Selain jumlah, kualitas tenaga kesehatan juga perlu diperhatikan. Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan kualitas layanan kesehatan yang optimal. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang menarik bagi tenaga kesehatan untuk bertugas di daerah 3T, misalnya dengan memberikan insentif dan tunjangan yang memadai.
5. Kelemahan Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan yang lemah juga menghambat upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Ketersediaan data kesehatan yang akurat, lengkap, dan terkini sangat penting untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan. Namun, di Indonesia, sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum terintegrasi secara optimal. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang status kesehatan masyarakat dan menghambat pengambilan keputusan yang tepat. Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi menjadi sangat penting untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data dan evidence-based.
6. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang Rendah
Rendahnya kesadaran dan praktik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di masyarakat menjadi faktor penghambat dalam upaya meningkatkan kesehatan. Kebiasaan merokok, konsumsi makanan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, berkontribusi pada tingginya angka kejadian penyakit menular dan tidak menular. Peningkatan kesadaran dan perilaku masyarakat melalui edukasi kesehatan dan promosi kesehatan sangat penting untuk mengubah perilaku hidup masyarakat menjadi lebih sehat. Program promosi kesehatan harus dilakukan secara terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Kampanye kesehatan yang masif dan berkesinambungan serta inovasi pendekatan edukatif, seperti pemanfaatan media sosial dan teknologi digital lainnya, dapat membantu meningkatkan efektifitas promosi kesehatan.