Kesehatan mental telah menjadi topik yang semakin banyak dibicarakan di era modern, terutama di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang begitu pesat. Namun, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental masih jauh dari merata, sementara tantangan yang dihadapi semakin kompleks. Artikel ini akan mengupas berbagai aspek kesehatan mental zaman sekarang, mulai dari dampak teknologi hingga upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan akses terhadap perawatan kesehatan mental.
1. Dampak Negatif Teknologi terhadap Kesehatan Mental
Teknologi digital, yang seharusnya memudahkan kehidupan, justru paradoksal menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental. Media sosial, meskipun dapat menghubungkan orang-orang di seluruh dunia, juga memicu perbandingan sosial yang tidak sehat. Pengguna kerap membandingkan diri dengan citra yang disajikan di platform media sosial, yang seringkali merupakan representasi yang disaring dan tidak realistis dari kehidupan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri, khususnya pada remaja dan dewasa muda yang rentan terhadap pengaruh media sosial. Sebuah studi yang diterbitkan di JAMA Pediatrics menemukan hubungan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dan peningkatan risiko depresi dan kecemasan pada remaja. (1)
Selain itu, cyberbullying, ancaman online, dan paparan konten negatif di internet juga berkontribusi pada permasalahan kesehatan mental. Sifat anonimitas internet memungkinkan perilaku agresif dan bullying tanpa konsekuensi langsung, yang dapat berdampak traumatis bagi korbannya. Paparan berkelanjutan terhadap berita negatif dan informasi yang menyesatkan juga dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan keputusasaan. Studi lain menunjukkan peningkatan kasus anxiety dan burnout akibat tuntutan selalu terhubung dan responsif terhadap pesan dan notifikasi online. (2) Kehilangan waktu nyata untuk interaksi sosial yang sehat dan aktivitas di dunia nyata juga menjadi faktor penting.
2. Meningkatnya Kesadaran dan Stigma yang Tetap Ada
Meskipun kesadaran akan kesehatan mental semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, stigma yang terkait dengan penyakit mental masih menjadi hambatan besar dalam pencarian bantuan. Banyak orang yang masih enggan untuk mencari perawatan karena takut dihakimi, dikucilkan, atau diperlakukan berbeda oleh keluarga, teman, dan masyarakat. Stigma ini diperparah oleh kurangnya pemahaman yang tepat mengenai penyakit mental. Banyak orang masih menganggap penyakit mental sebagai kelemahan karakter atau kekurangan pribadi, bukan sebagai kondisi medis yang membutuhkan perawatan.
Namun, ada juga perkembangan positif. Kampanye kesadaran publik, dukungan dari figur publik, dan cerita-cerita pribadi yang dibagikan secara terbuka telah membantu mengurangi stigma secara bertahap. Lebih banyak orang berani berbicara tentang pengalaman mereka dengan penyakit mental, yang membantu menormalisasi perbincangan tentang kesehatan mental dan mendorong orang lain untuk mencari bantuan. Organisasi kesehatan mental dan LSM juga berperan penting dalam mendobrak stigma dan memberikan edukasi kepada masyarakat. (3)
3. Akses Terbatas terhadap Perawatan Kesehatan Mental
Akses terhadap perawatan kesehatan mental masih menjadi tantangan besar di banyak negara, termasuk negara-negara maju. Kurangnya tenaga profesional kesehatan mental yang terlatih, biaya perawatan yang tinggi, dan kurangnya fasilitas perawatan yang memadai menyebabkan banyak orang yang membutuhkan perawatan tidak mendapatkan akses yang layak. Hal ini terutama berlaku bagi penduduk di daerah pedesaan dan masyarakat yang kurang mampu. (4)
Bahkan bagi mereka yang memiliki akses, menemukan jenis perawatan yang tepat dapat menjadi proses yang rumit dan memakan waktu. Daftar tunggu yang panjang untuk terapi dan pengobatan dapat memperburuk kondisi pasien dan menghambat pemulihan. Perbedaan dalam sistem asuransi kesehatan juga dapat membatasi pilihan perawatan dan meningkatkan beban keuangan bagi pasien. Inovasi teknologi seperti terapi online dan aplikasi kesehatan mental telah memberikan alternatif akses yang lebih mudah, namun aksesibilitas internet yang merata dan keahlian profesional yang kompeten dalam bidang ini masih menjadi kendala. (5)
4. Peran Keluarga dan Dukungan Sosial dalam Pemulihan
Keluarga dan dukungan sosial memainkan peran penting dalam pemulihan kesehatan mental. Dukungan emosional, praktis, dan informasi dari keluarga dan teman-teman dapat membantu individu mengatasi tantangan yang dihadapi dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Lingkungan yang mendukung dan penuh pengertian dapat menciptakan ruang yang aman bagi individu untuk mengungkapkan perasaan mereka tanpa rasa takut dihakimi. (6)
Keluarga juga berperan penting dalam mendorong individu untuk mencari bantuan profesional dan mengikuti pengobatan. Pendidikan tentang penyakit mental bagi keluarga dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang kondisi tersebut dan membantu mereka memberikan dukungan yang tepat. Namun, keluarga juga perlu memperhatikan kesejahteraan mental mereka sendiri, karena merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit mental dapat menjadi beban emosional yang berat. Dukungan dan perawatan diri bagi anggota keluarga juga sangat krusial.
5. Perkembangan Terapi dan Pengobatan Kesehatan Mental
Kemajuan dalam bidang ilmu saraf dan psikologi telah menghasilkan perkembangan signifikan dalam terapi dan pengobatan kesehatan mental. Terapi perilaku kognitif (CBT), terapi penerimaan dan komitmen (ACT), dan terapi dialektika perilaku (DBT) adalah beberapa contoh terapi yang terbukti efektif dalam mengobati berbagai penyakit mental. Pengobatan, seperti antidepresan dan antipsikotik, juga dapat berperan penting dalam pengelolaan gejala penyakit mental. (7)
Namun, pengobatan tidak selalu merupakan solusi tunggal dan efektif untuk semua kasus. Perlu pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang melibatkan berbagai jenis perawatan, termasuk terapi, pengobatan, dan dukungan sosial. Penting untuk menemukan kombinasi perawatan yang tepat dan disesuaikan dengan kebutuhan individu. Penelitian berkelanjutan untuk mengembangkan terapi dan pengobatan yang lebih efektif dan aman terus dilakukan.
6. Pentingnya Pencegahan dan Promosi Kesehatan Mental
Pencegahan dan promosi kesehatan mental sama pentingnya dengan perawatan. Membangun faktor-faktor pelindung sejak dini dapat membantu mengurangi risiko terjadinya penyakit mental. Hal ini termasuk menciptakan lingkungan yang mendukung, mempromosikan keterampilan koping yang sehat, dan mempromosikan gaya hidup sehat, seperti pola makan yang seimbang, olahraga teratur, dan tidur yang cukup. (8)
Pendidikan tentang kesehatan mental sejak usia dini juga penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma. Mengajarkan anak-anak dan remaja tentang emosi, keterampilan koping yang sehat, dan cara mencari bantuan dapat membantu mereka menghadapi tantangan kesehatan mental di masa depan. Program-program promosi kesehatan mental di sekolah, tempat kerja, dan komunitas dapat memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan penuh pengertian. Menciptakan norma sosial yang positif terhadap kesehatan mental merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan berkelanjutan.
(1) Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2018). Associations of social media use with perceived social isolation and loneliness. American journal of preventive medicine, 55(5), 653-658.
(2) Primack, B. A., Shensa, A., Sidani, J. E., Whaite, E. O., Lin, L. Y., Rosen, D., … & Miller, E. (2017). Social media use and perceived social isolation among young adults in the US. American journal of preventive medicine, 53(1), 1-8.
(3) Corrigan, P. W., & Watson, A. C. (2002). The stigma of mental illness: What needs to be done. The Lancet, 359(9317), 1916-1917.
(4) World Health Organization. (2022). Mental health: strengthening our response. Geneva: World Health Organization.
(5) Torous, J., Onnela, J. P., & Christensen, H. (2017). Digital mental healthcare: opportunities and challenges. The Lancet Psychiatry, 4(4), 290-292.
(6) Cuijpers, P., Smit, F., & Bohlmeijer, E. P. (2011). Social support and depression: a systematic review of the literature. Clinical psychology review, 31(7), 1020-1028.
(7) Hofmann, S. G., Asnaani, A., Vonk, I. J., Sawyer, A. T., & Fang, A. (2012). The efficacy of cognitive behavioral therapy: A review of meta-analyses. Cognitive therapy and research, 36(5), 427-440.
(8) Patton, G. C., Coffey, C., & Bond, L. (2000). Mental health promotion and prevention: a public health approach. London: Routledge.