Dampak Sosial Media terhadap Kesehatan Mental: Sebuah Tinjauan Komprehensif

Niki Salamah

Sosial media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Platform-platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok menawarkan cara mudah untuk terhubung dengan orang lain, berbagi informasi, dan mengekspresikan diri. Namun, di balik kemudahan dan konektivitas tersebut, terdapat dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental, baik positif maupun negatif. Artikel ini akan membahas secara rinci hubungan kompleks antara penggunaan sosial media dan kesehatan mental, dengan mengkaji berbagai perspektif dan temuan penelitian.

1. Perbandingan Sosial dan Citra Diri Negatif

Salah satu dampak paling signifikan dari sosial media terhadap kesehatan mental adalah perbandingan sosial. Pengguna seringkali terpapar postingan yang menampilkan kehidupan orang lain yang tampak sempurna, sukses, dan bahagia. Hal ini dapat memicu perasaan iri, rendah diri, dan ketidakpuasan diri sendiri. Studi menunjukkan korelasi antara penggunaan media sosial yang intensif dan peningkatan risiko gangguan citra diri, seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Perasaan inadekuat ini diperparah oleh filter, editing foto, dan kecenderungan untuk hanya menampilkan momen-momen terbaik dalam kehidupan, sehingga menciptakan gambaran yang tidak realistis dan menyesatkan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Body Image menemukan bahwa paparan gambar-gambar ideal tubuh di Instagram dikaitkan dengan peningkatan ketidakpuasan tubuh, terutama pada perempuan muda. [1] Lebih lanjut, penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi, terutama karena konstannya perbandingan diri dengan orang lain yang dianggap lebih sukses atau lebih menarik. [2]

2. Cyberbullying dan Gangguan Kesehatan Mental

Cyberbullying, yaitu pelecehan dan intimidasi melalui media sosial, merupakan ancaman serius bagi kesehatan mental. Ancaman, penghinaan, dan penyebaran informasi palsu secara online dapat menyebabkan dampak psikologis yang mendalam, termasuk kecemasan, depresi, isolasi sosial, dan bahkan pemikiran bunuh diri. Korban cyberbullying seringkali merasa tidak berdaya dan sulit untuk menghindari pelecehan tersebut. Keunikan cyberbullying terletak pada sifatnya yang anonim dan meluas, yang memungkinkan pelaku untuk melakukan pelecehan tanpa konsekuensi langsung dan menyebarkannya dengan cepat ke audiens yang lebih luas. Sebuah laporan dari UNICEF menekankan dampak signifikan cyberbullying terhadap kesejahteraan anak dan remaja, dengan peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan perilaku bunuh diri. [3] Penting untuk diingat bahwa dampak cyberbullying tidak hanya terbatas pada korban langsung, tetapi juga dapat memengaruhi teman, keluarga, dan saksi kejadian tersebut.

BACA JUGA:   5 Meja Posyandu Bayi Balita: Fungsi, Tata Letak, dan Perlengkapan yang Ideal

3. Kecanduan Sosial Media dan Gangguan Tidur

Penggunaan sosial media yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan, yang ditandai dengan kesulitan mengontrol penggunaan, meskipun menyadari dampak negatifnya. Notifikasi, umpan berita yang terus diperbarui, dan interaksi sosial yang instan dapat memicu dopamin, hormon yang terkait dengan rasa senang dan penghargaan, sehingga menciptakan siklus ketergantungan. Kecanduan sosial media ini dapat mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia dan kelelahan kronis. Kurang tidur, pada gilirannya, dapat memperburuk gejala kecemasan dan depresi, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Studi telah menunjukkan hubungan antara penggunaan sosial media sebelum tidur dan kualitas tidur yang buruk, serta peningkatan risiko gangguan tidur. [4] Gangguan tidur ini memiliki implikasi luas pada kesehatan mental, karena tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan.

4. FOMO (Fear of Missing Out) dan Kecemasan Sosial

Fear of Missing Out (FOMO) merupakan kecemasan yang muncul dari keyakinan bahwa orang lain sedang menikmati pengalaman yang menyenangkan tanpa kehadiran kita. Sosial media memperkuat FOMO karena menampilkan cuplikan kehidupan sosial orang lain yang tampaknya selalu menyenangkan dan seru. Melihat postingan teman-teman yang sedang bersenang-senang di pesta, liburan, atau acara-acara sosial dapat memicu perasaan iri, kesepian, dan kecemasan. Kecemasan ini dapat memicu penggunaan sosial media yang lebih intensif dalam upaya untuk “menangkap” momen-momen yang mungkin terlewatkan, menciptakan lingkaran setan yang memperburuk FOMO. Penelitian menunjukkan korelasi positif antara penggunaan sosial media dan tingkat FOMO, terutama pada remaja dan dewasa muda. [5] FOMO juga dapat berdampak pada kepercayaan diri dan hubungan sosial, karena individu merasa tertekan untuk selalu terlibat dan terhubung secara online.

BACA JUGA:   The Causes and Treatment of Redness in Baby's Skin

5. Informasi Salah dan Misinformasi

Penyebaran informasi salah dan misinformasi di sosial media juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Berita palsu, konspirasi, dan informasi yang menyesatkan dapat menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan ketakutan. Paparan informasi yang tidak akurat dan menakutkan dapat memperburuk kondisi kesehatan mental yang sudah ada, dan bahkan memicu munculnya masalah kesehatan mental baru. Dalam konteks pandemi COVID-19, misalnya, penyebaran informasi yang salah tentang virus dan vaksin telah memicu kecemasan dan ketakutan yang meluas. Ketergantungan pada informasi yang tidak terverifikasi di sosial media dapat membahayakan kesehatan mental dan membuat individu rentan terhadap manipulasi dan propaganda. [6] Kritis terhadap informasi yang dikonsumsi dan mencari sumber informasi yang kredibel sangat penting untuk melindungi kesehatan mental.

6. Strategi Mengatasi Dampak Negatif Sosial Media

Meskipun sosial media memiliki potensi dampak negatif terhadap kesehatan mental, penting untuk diingat bahwa hal ini tidak selalu negatif. Dengan penggunaan yang sehat dan bijak, sosial media dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk terhubung dengan orang lain, berbagi informasi, dan membangun komunitas. Beberapa strategi untuk meminimalkan dampak negatif sosial media meliputi:

  • Membatasi waktu penggunaan: Tetapkan batas waktu untuk penggunaan media sosial setiap hari dan patuhi batas tersebut.
  • Memilih konten dengan bijak: Ikuti akun-akun yang menginspirasi dan positif, dan jauhi akun-akun yang memicu perbandingan sosial atau kecemasan.
  • Mengurangi perbandingan sosial: Sadari bahwa postingan di media sosial seringkali hanya menampilkan momen-momen terbaik dalam kehidupan orang lain.
  • Menonaktifkan notifikasi: Mengurangi notifikasi dapat membantu mengurangi dorongan untuk terus-menerus memeriksa media sosial.
  • Berfokus pada kehidupan nyata: Luangkan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain secara langsung, terlibat dalam aktivitas hobi, dan menikmati momen-momen di luar dunia online.
  • Mencari bantuan profesional: Jika mengalami kesulitan mengelola penggunaan media sosial atau mengalami masalah kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental.
BACA JUGA:   Biaya Perawatan Saluran Akar Gigi di Puskesmas

[1] Tiggemann, M., & Slater, A. (2013). The impact of thin-ideal media exposure on body image in women: A meta-analysis of experimental studies. Body Image, 10(4), 583-592.

[2] Primack, B. A., Shensa, A., Sidani, J. E., Whaite, E. O., Lin, L. Y., Rosen, D., … & Miller, E. (2017). Social media use and perceived social isolation among young adults in the US. American journal of preventive medicine, 53(1), 1-8.

[3] UNICEF. (2021). A World Child 2021: On My Mind.

[4] Elhai, J. D., Levine, J. C., Dvorak, R. D., & Hall, P. A. (2016). Problematic internet use: Examining the relationships with sleep quality and daytime sleepiness. Journal of behavioral addictions, 5(2), 119-129.

[5] Przybylski, A. K., & Weinstein, N. (2017). Can you connect with me now? How the presence of mobile communication technology influences face-to-face conversation quality. Journal of social and personal relationships, 34(2), 237-246.

[6] Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S. (2018). The spread of true and false news online. Science, 359(6380), 1146-1151.

Also Read

Bagikan:

Tags