Apakah Sarjana Kesehatan Masyarakat Wajib Memiliki STR? Peraturan dan Implikasinya

Niki Salamah

Pertanyaan mengenai kewajiban Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) untuk memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) kerap muncul dan memerlukan penjelasan yang detail. Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak, karena bergantung pada konteks praktik profesi yang dilakukan. Perlu pemahaman yang mendalam terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia untuk menjawab pertanyaan ini secara komprehensif.

1. Definisi Sarjana Kesehatan Masyarakat dan Ruang Lingkup Pekerjaannya

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah lulusan pendidikan tinggi strata satu (S1) yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan masyarakat. Mereka dilatih untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat dalam skala individu, keluarga, kelompok, hingga populasi. Ruang lingkup pekerjaan SKM sangat luas, antara lain:

  • Perencanaan dan Pengelolaan Program Kesehatan: Merancang, mengimplementasi, dan memonitor program kesehatan seperti imunisasi, kesehatan lingkungan, kesehatan reproduksi, pengendalian penyakit menular, dan promosi kesehatan.
  • Surveilans dan Pengendalian Penyakit: Melakukan pengawasan dan pengendalian penyakit menular maupun tidak menular, termasuk investigasi wabah dan outbreak response.
  • Kesehatan Lingkungan: Menganalisis dan mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan, seperti kualitas air, udara, dan sanitasi.
  • Promosi Kesehatan: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan perilaku hidup sehat melalui edukasi dan kampanye.
  • Riset Kesehatan: Melakukan penelitian di bidang kesehatan masyarakat untuk menghasilkan data dan informasi yang bermanfaat bagi pengambilan kebijakan.
  • Advokasi dan Kebijakan Kesehatan: Berpartisipasi dalam advokasi dan pengambilan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat.

Keberagaman peran ini menjadi kunci dalam memahami kebutuhan STR bagi SKM.

2. Peraturan Perundang-undangan Terkait STR

Di Indonesia, kepemilikan STR diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan peraturan turunannya. Namun, UU ini secara spesifik membahas praktik kedokteran, bukan profesi kesehatan masyarakat secara umum. Meskipun demikian, beberapa profesi kesehatan yang terkait, seperti Dokter Spesialis Kesehatan Masyarakat, wajib memiliki STR.

BACA JUGA:   Contoh Fisik Motorik

Perlu diingat, tidak ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang secara eksplisit menyatakan bahwa semua Sarjana Kesehatan Masyarakat wajib memiliki STR. Kewajiban memiliki STR lebih terkait dengan praktik profesi yang berkaitan dengan tindakan medis atau yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran dan peraturan turunannya.

3. Kapan SKM Diperlukan Memiliki STR?

Kewajiban kepemilikan STR untuk SKM muncul ketika mereka terlibat dalam praktik profesi yang bersifat klinis atau melibatkan tindakan medis. Contohnya:

  • Dokter Spesialis Kesehatan Masyarakat: Profesi ini secara jelas memerlukan STR karena terlibat langsung dalam praktik kedokteran.
  • SKM yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan layanan medis: Jika SKM memberikan layanan yang bersifat medis (misalnya, melakukan tindakan pengobatan tertentu), maka kepemilikan STR mungkin diperlukan, meskipun hal ini masih perlu diklarifikasi lebih lanjut dengan regulasi yang spesifik.
  • SKM yang menandatangani surat keterangan medis: Menandatangani surat keterangan medis yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan memerlukan STR untuk melindungi legalitas dan akuntabilitas.

4. Kapan SKM Tidak Diperlukan Memiliki STR?

Sebagian besar SKM bekerja di bidang yang tidak memerlukan STR. Contohnya:

  • SKM yang bekerja di lembaga pemerintahan (pusat/daerah) dalam perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan masyarakat: Pekerjaan ini berfokus pada perencanaan kebijakan, surveilans, dan pengelolaan program, bukan praktik klinis.
  • SKM yang bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi internasional dalam bidang kesehatan masyarakat: Aktivitas mereka lebih kepada advokasi, edukasi, dan penggalangan dana, bukan tindakan medis.
  • SKM yang bekerja di lembaga penelitian atau pendidikan: Aktivitas mereka berfokus pada riset dan pengajaran, bukan praktik klinis.
  • SKM yang menjadi konsultan kesehatan masyarakat: Tergantung pada ruang lingkup konsultasi yang dilakukan. Jika konsultasi tidak melibatkan tindakan medis, maka STR mungkin tidak diperlukan.
BACA JUGA:   Khasiat Ajaib Ketumbar: Ramuan Tradisional untuk Vitalitas dan Kesehatan

5. Implikasi Kepemilikan dan Tidak Kepemilikan STR bagi SKM

Kepemilikan STR memberikan beberapa manfaat, terutama dalam hal legalitas dan profesionalitas. Namun, ketiadaan STR tidak selalu berarti ilegal, asalkan ruang lingkup pekerjaan tidak melibatkan tindakan medis yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran. Perlu diingat, jika SKM melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memerlukan STR, maka hal tersebut dapat menimbulkan masalah hukum.

Ketiadaan STR dapat membuat SKM terbatas dalam mendapatkan beberapa peluang kerja, terutama yang melibatkan praktik klinis atau tindakan medis.

6. Kesimpulan Sementara dan Saran

Pertanyaan mengenai kewajiban SKM untuk memiliki STR tidak memiliki jawaban yang sederhana. Hal ini sangat bergantung pada ruang lingkup pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan. Adanya ketidakjelasan regulasi menuntut klarifikasi lebih lanjut dari otoritas terkait untuk memberikan panduan yang lebih spesifik. SKM sebaiknya memahami dengan baik ruang lingkup praktik profesinya dan konsultasi dengan pihak berwenang jika merasa ragu mengenai kewajiban memiliki STR. Penting juga untuk selalu memperbarui informasi terkait regulasi yang berlaku untuk menjamin legalitas dan profesionalitas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Perkembangan regulasi di bidang kesehatan terus berkembang, sehingga memerlukan kewaspadaan dan kesigapan dari para praktisi kesehatan masyarakat.

Also Read

Bagikan:

Tags