Kesehatan Reproduksi Lansia: Tantangan dan Perawatan yang Perlu Diperhatikan

Niki Salamah

Kesehatan reproduksi, seringkali dikaitkan dengan masa subur dan kehamilan, sebenarnya merupakan aspek penting dari kesehatan sepanjang hayat. Namun, diskusi tentang kesehatan reproduksi lansia seringkali terabaikan. Padahal, lansia, baik pria maupun wanita, tetap memiliki kebutuhan dan tantangan kesehatan reproduksi yang spesifik dan memerlukan perhatian khusus. Artikel ini akan membahas berbagai aspek kesehatan reproduksi pada lansia, mulai dari perubahan fisiologis hingga implikasi kesehatan mental dan sosial.

1. Perubahan Fisiologis pada Sistem Reproduksi Lansia

Perubahan fisiologis yang terjadi seiring bertambahnya usia secara signifikan memengaruhi kesehatan reproduksi. Pada wanita, menopause menandai berakhirnya siklus menstruasi, ditandai dengan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan hormon ini berdampak pada berbagai sistem tubuh, termasuk sistem reproduksi. Atrofi vagina, penurunan elastisitas dan pelumasan vagina, meningkatkan risiko infeksi dan ketidaknyamanan saat berhubungan seksual. Risiko osteoporosis dan penyakit jantung koroner juga meningkat akibat kekurangan estrogen.

Pada pria, proses penuaan juga menyebabkan perubahan pada sistem reproduksi. Meskipun tidak mengalami "andropause" yang setara dengan menopause pada wanita, pria mengalami penurunan kadar testosteron secara bertahap seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat menyebabkan penurunan libido, disfungsi ereksi, dan penurunan massa otot. Produksi sperma juga berkurang, meskipun biasanya masih memungkinkan untuk pembuahan hingga usia lanjut. Prostat membesar merupakan kondisi umum pada pria lansia, yang dapat menyebabkan kesulitan buang air kecil dan masalah seksual lainnya. Studi dari Journal of Andrology menunjukkan korelasi antara penurunan testosteron dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada pria lansia.

Perubahan-perubahan ini bukanlah penyakit, melainkan proses alami penuaan. Namun, perubahan ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan yang perlu dikelola.

2. Masalah Kesehatan Reproduksi pada Wanita Lansia

Selain atrofi vagina dan penurunan libido, wanita lansia juga rentan terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi lainnya. Infeksi saluran kemih (ISK) lebih sering terjadi karena perubahan pada flora vagina dan penurunan kekebalan tubuh. Prolaps organ panggul, yaitu turunnya organ-organ panggul seperti rahim, kandung kemih, atau rektum, juga merupakan masalah umum yang dapat menyebabkan inkontinensia urin dan kesulitan buang air besar.

BACA JUGA:   The 3 Pillars

Kanker serviks, meskipun jarang terjadi pada usia lanjut, tetap merupakan ancaman. Wanita lansia yang memiliki riwayat pap smear yang tidak teratur atau tidak pernah melakukan pap smear memiliki risiko lebih tinggi. Kanker endometrium dan ovarium juga menjadi perhatian, terutama karena gejala seringkali tidak spesifik pada usia lanjut dan diagnosis terkadang terlambat. Penelitian menunjukkan pentingnya skrining kanker serviks dan ginekologi yang berkelanjutan, bahkan pada wanita lansia yang sudah menopause.

3. Masalah Kesehatan Reproduksi pada Pria Lansia

Pada pria lansia, disfungsi ereksi (DE) merupakan masalah yang umum terjadi dan seringkali berhubungan dengan penurunan kadar testosteron, penyakit kardiovaskular, diabetes, dan efek samping obat-obatan. DE tidak hanya memengaruhi kesehatan seksual, tetapi juga dapat memengaruhi kualitas hidup dan hubungan interpersonal.

Hiperplasia prostat jinak (BPH) merupakan pembesaran prostat yang jinak, tetapi dapat menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu seperti kesulitan buang air kecil, sering buang air kecil, dan nocturia (bangun di malam hari untuk buang air kecil). BPH dapat memengaruhi kehidupan seksual pria lansia dan memerlukan penanganan medis. Kanker prostat juga merupakan ancaman serius pada pria lansia, sehingga skrining rutin sangat dianjurkan.

4. Kesehatan Seksual pada Lansia

Kesehatan seksual tetap menjadi aspek penting dari kesehatan reproduksi pada usia lanjut. Meskipun terjadi perubahan fisiologis, banyak lansia tetap aktif secara seksual dan menikmati keintiman fisik. Namun, perubahan hormonal dan fisik dapat memengaruhi hasrat seksual dan kemampuan untuk berhubungan seksual. Komunikasi terbuka antara pasangan sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga keintiman.

Banyak lansia ragu untuk membicarakan masalah seksual dengan dokter mereka. Namun, dokter dapat memberikan informasi, dukungan, dan pengobatan yang tepat untuk mengatasi masalah seksual seperti disfungsi ereksi atau atrofi vagina. Terapi hormonal pengganti (HRT) mungkin menjadi pilihan pengobatan untuk beberapa wanita lansia yang mengalami gejala menopause yang mengganggu, tetapi harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena potensi efek sampingnya.

BACA JUGA:   Tugas KPM

5. Aspek Psikologis dan Sosial Kesehatan Reproduksi Lansia

Aspek psikologis dan sosial kesehatan reproduksi pada lansia seringkali terabaikan. Menopause dan penurunan libido dapat memengaruhi citra diri dan harga diri wanita. Disfungsi ereksi pada pria dapat menimbulkan rasa malu dan kecemasan. Kehilangan pasangan juga dapat berdampak besar pada kesehatan seksual dan psikologis lansia.

Dukungan sosial sangat penting untuk mengatasi tantangan ini. Keluarga, teman, dan kelompok pendukung dapat memberikan dukungan emosional dan praktis. Konseling dan terapi juga dapat membantu mengatasi masalah psikologis yang terkait dengan perubahan kesehatan reproduksi pada usia lanjut. Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan terbuka untuk membahas masalah-masalah ini tanpa rasa malu atau stigma.

6. Perawatan dan Pencegahan untuk Kesehatan Reproduksi Lansia

Perawatan kesehatan reproduksi pada lansia bersifat individual dan bergantung pada kondisi kesehatan masing-masing individu. Kunjungan rutin ke dokter untuk skrining dan pemeriksaan kesehatan sangat penting. Wanita lansia harus rutin melakukan pap smear dan pemeriksaan ginekologi lainnya. Pria lansia harus menjalani pemeriksaan prostat secara teratur.

Pengobatan untuk masalah kesehatan reproduksi lansia dapat mencakup terapi hormonal, pengobatan untuk infeksi, operasi untuk prolaps organ panggul atau BPH, dan terapi perilaku untuk mengatasi disfungsi seksual. Gaya hidup sehat, termasuk diet seimbang, olahraga teratur, dan pengelolaan stres, juga sangat penting untuk menjaga kesehatan reproduksi pada usia lanjut. Pendidikan kesehatan yang komprehensif untuk lansia dan tenaga kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan akses terhadap perawatan yang berkualitas. Penting juga untuk mendorong komunikasi terbuka antara lansia, pasangan, dan dokter mengenai masalah kesehatan reproduksi mereka.

Also Read

Bagikan:

Tags